PENILAIAN INOVATIF MATEMATIKA:
Filsafat,
Ideologi, Paradigma, dan Praksis
Andi Harpeni
Dewantara
S3 PEP,
Universitas Negeri Yogyakarta
ABSTRAK
Filsafat dan ideologi memegang peran esensial
dalam menentukan arah kebijakan sistem pendidikan suatu bangsa. Keduanya
memberikan pengaruh signifikan terhadap beragam aspek kehidupan, tak terkecuali
pada sistem pendidikan. Penilaian dalam kerangka sistem pendidikan pun sangat
dipengaruhi oleh filsafat dan ideologi. Dalam perkembangannya, telah terjadi
perubahan paradigma dari konsep penilaian tradisional ke modern. Pada klaster
bangsa berideologi kapitalisme,
sosialisme, pragmatisme, materialisme, utilitarianisme, otoriterianisme, dan
absolutisme, kesemuanya cenderung masih menerapkan paradigma penilaian
tradisional yang memandang tes
eksternal sebagai alat penilaian utama. Berbeda halnya pada klaster beberapa
ideologi seperti democratics, scienticism, progressive, constructivism,
dan cognitivism yang sudah mulai menerapkan bentuk penilaian multi
domain, seperti penilaian berbasis kelas, portofolio, dan penilaian autentik
yang digunakan untuk menilai kompetensi kognitif, keterampilan, dan sikap
siswa. Model penilaian tersebut menjadi teknik penilaian yang digunakan pada
berbagai model pembelajaran inovatif yang berlandaskan teori contructivism seperti STEAM, inkuiri
terbimbing, project-based learning (PjBL), Brunner, Realistic
mathematics education (RME), scientific, montessori, pembelajaran kolaboratif, challenge-based
lerning, individual learning, inclusive learning, joyfull,
dan
authentic learning.
Kata Kunci: Filsafat,
Ideologi, Paradigma, Teori, Penilaian
1. PENDAHULUAN
Penilaian merupakan bagian tak terpisahkan dalam
proses pembelajaran. Penilaian memegang peran sentral dalam meningkatkan
kualitas pembelajaran
Pada
dasarnya, penilaian bukanlah merupakan barang baru dalam dunia pendidikan. Kegiatan
menilai berkorelasi dengan pilihan dan keputusan yang telah dilakukan sejak
awal kehidupan manusia. Namun dalam perkembangannya, telah terjadi perubahan
paradigma dari konsep penilaian lama ke baru atau konsep penilaian tradisional
ke modern
Model penilaian senantiasa berkembang dan
disempurnakan seiring dengan perkembangan dan perubahan kurikulum yang berlaku.
Kurikulum pun haruslah dinamis dan terus berkembang untuk mampu beradaptasi
dengan berbagai perkembangan yang terjadi. Dalam perjalanannya, perubahan
kurikulum di Indonesia telah dilakukan sebanyak 10 kali yang dimulai dari tahun
1947 yang dikenal dengan ‘rentjana pelajaran’ hingga kurikulum 2022 dikenal
dengan ‘Kurikulum Merdeka’.
Kurikulum menjadi dasar falsafah pandangan hidup
suatu bangsa yang digunakan sebagai salah satu alat untuk mencapai tujuan
pendidikan
Tulisan ini secara khusus
akan membahas tentang filsafat, ideologi, dan paradigma dalam kaitannya dengan sistem
penilaian. Akan dibahas tentang bagaimana bangsa-bangsa dari beragam ideologi
memandang pendidikan dan unsur penilaian di dalamnya, tentang bagaimana
perubahan paradigma penilaian yang terjadi dari berbagai klaster bangsa-bangsa
dengan ideologi berbeda, serta secara khusus memotret bagaimana sistem
penilaian inovatif yang diterapkan dalam beragam model pembelajaran yang
berakar dari ideologi konstruktivisme, seperti STEAM, Inquiry terbimbing, project-based learning (PjBL), Brunner, Realistic
mathematics education (RME), scientific learning, montessori,
pembelajaran kolaboratif, challenge-based lerning, individual, inclusive, joyfull, dan authentic
learning.
2. FILSAFAT
PENILAIAN
Filsafat memegang peran fundamental dalam
memberikan acuan dan titik tolok dalam pengembangan dan implementasi kurikulum
dalam bidang pendidikan
Pada dasarnya semua pengetahuan, baik itu
ilmu pengetahuan, seni, atau bidang pengetahuan lainnya memiliki tiga landasan
yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi
Selanjutnya
berdasarkan orientasi pendidikan serta peranan pendidikan terhadap perubahan
sosial, Brubacher and B.O Smith mengklasifikan sistem filsafat pendidikan
menjadi empat aliran, yaitu perenialisme, esensialisme, progresivisme, dan
rekonstruksionisme
Dalam
ontologi tabel mikro filsafat dan mikro ideologi pendidikan yang disusun oleh
Esensialisme berakar dari filsafat idealisme dan realisme
Berikut disajikan tabel perbandingan atribut pada filsafat
pendidikan yang diadaptasi dari Ornstein’s and Olivia’s Educational
Philosphies dari disertasi Dr. David E.Diehl (2006) yang berjudul “A
Study of Faculty-Related Variables and Competensi in Integrating Instructional
Technologies into Pedagogical Practices”.
Tabel 1. Perbandingan atribut pada filsafat pendidikan
Kategori |
Tradisional |
Kontemporer |
||
Philosophical-orientation |
Realism |
Idealism & Realism |
Pragmatism |
Pragmatism |
Theoretical-orientation |
Perennialism |
Essentialism |
Progressivism |
Reconstructionism |
Nilai pendidikan |
Tetap, absolut, objektif |
Dapat berubah, subjektif, relatif |
||
Proses pendidikan |
Berfokus pada pengajaran |
Pembelajaran aktif mandiri |
||
Fokus kecerdasan |
Melatih, mengatur pemikiran |
Menstimulus untuk pemecahan masalah/ tugas sosial |
||
Teori pembelajaran |
Pembelajaran berbasis kognitif |
Exploratori, penemuan |
||
Teori pengajaran |
Memberikan ceramah, mendominasi pengajaran |
Memfasilitasi, mengarahkan, dan sebagai agen perubahan |
||
Siswa |
Pasif, menerima pengetahuan |
Penemuan, membangun pengetahuan |
||
Sosial |
Mengarahkan, mengontrol, membatasi |
Individualis |
||
Keragaman |
Homogen |
Heterogen, keragaman budaya |
3. IDEOLOGI
PENILAIAN
Ideologi merupakan bentuk
operasionalisasi dari filsafat
Ideologi
suatu bangsa menjadi elemen dasar dalam memberikan pengaruh arah kebijakan
dalam berbagai lini kehidupan berbang dan bermasyarakat, termasuk bidang pendidikan.
Selain itu, ideologi pendidikan juga memiliki korelasi kuat dengan politik
pendidikan yang dianut suatu bangsa, sebagaimana yang disebutkan oleh
Dalam
konteks yang lebih mikro, pengaruh ideologi terhadap sistem pendidikan juga
tentunya berimplikasi terhadap sistem penilaian pendidikan yang diterapkan. Menurut
Penilaian
eksternal mencakup tes standar dan penilaian skala besar yang dilaksanakan oleh
pihak di luar kelas
Berbeda halnya dengan
kelompok dengan ideologi industrial trainer, technological pragmatism,
dan old humanism, kelompok progressive dan public educator
memandang bahwa proses penilaian tidak hanya berdasar pada hasil tunggal dari
skor tes saja, namun harus memperhatikan proses
Kelompok dengan ideologi
progressive dan public educator memandang bahwa penilaian
portofolio merupakan alternatif metode assesment yang tepat digunakan
untuk menilai dan mengevaluasi kemajuan belajar peserta didik
4. PARADIGMA
DAN TEORI PENILAIAN
Pada dasarnya, evaluasi
dan penilaian bukanlah merupakan barang baru dalam dunia pendidikan. Sejak awal
kehidupan manusia, kegiatan mengevaluasi dan menilai sebenarnya telah dilakukan,
sebab kegiatan menilai merujuk pada pilihan dan keputusan. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa kegiatan mengevaluasi dan/atau menilai merupakan bagian
alamiah dalam kehidupan manusia
Salah satu bentuk
pergeseran paradigma penilaian yaitu dari aspek domain.
Selanjutnya berdasarkan aspek teknik ujian,
Berdasarkan
pendapat dari
Berdasarkan
Tabel 2, terlihat bahwa penilaian telah mengalami pergeseran paradigma dari
beberapa aspek. Transformasi paradigma lama ke paradigma
baru menjadikan penilaian tidak lagi hanya berfokus pada domain kognitif. Imbasnya,
penilaian eskternal seperti ujian nasional pun tidak lagi menjadi teknik
penilaian utama. Cluster bangsa-bangsa dengan ideologi progressive
educator dan public educator mulai menerapkan bentuk penilaian yang bersifat
multi domain, seperti penilaian portofolio dan penilaian berbasis social
context
Berangkat
dari paradigma baru penilaian tersebut, kegiatan assessment tidak lagi dimaknai secara sempit sebagai bentuk
penilaian hasil belajar kognitif siswa, tetapi secara lebih komprehensif
diartikan sebagai proses pengumpulan berbagai informasi dan data pembelajaran
yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menetapkan keputusan profesional
tentang program dan pelaksanaan pembelajaran serta memberikan umpan balik
terhadap perkembangan siswa. Dalam paradigma baru, sistem penilaian dimaksudkan
untuk mengarahkan siswa pada strategi pembelajaran aktif yang didasarkan pada
teori constructivism, inkuiri, dan penerimaan
bermakna (Usa, 2015).
Dengan demikian, dalam
perkembangannya, paradigma penilaian baru juga terintegrasi dalam berbagai
jenis teori/model/metode pembelajaran inovatif berbasis konstruktivisme di
antaranya STEAM
5. FILSAFAT,
IDEOLOGI, PARADIGMA DAN TEORI PENILAIAN KONSTRUKTIVISME
Filsafat, ideologi dan politik pendidikan
memegang peran esensial dalam menentukan arah kebijakan sistem pendidikan suatu
bangsa. Hal ini berimplikasi pada terpengaruhinya sejumlah aspek dalam sistem
pendidikan, seperti tujuan pendidikan, pemerolehan pengetahuan (knowledge), nilai moral yang
dianut, teori pembelajaran dan pengajaran, teori siswa, sumber pembelajaran,
keragama lingkungan belajar, dan teori pengembangan kemampuan. Selain beberapa
aspek tersebut, filsafat dan ideologi juga memberikan pengaruh terhadap sistem
evaluasi dan penilaian.
Pada bangsa-bangsa dengan ideologi industrial
trainer,
technological
pragmatism, dan old humanism
Sedangkan pada bangsa-bangsa dengan ideologi progressive, demokratis, dan constructivism, pandangan tentang siswa
telah berkembang
Lebih lanjut,
Dalam konteks pembelajaran di kelas, pandangan
pembelajaran konstruktivisme berfokus
bagaimana mengaktifkan siswa dengan cara memberikan ruang yang seluas-luasnya
untuk menciptakan lebih banyak pengalaman, memahami apa yang mereka telah
pelajari dengan cara menerapkan konsep-konsep yang diketahuinya kemudian
mempaktikkannya ke dalam kehidupan sehari-hari (Akpan et al., 2020).
Peran guru dalam pembelajaran konstruktivis
juga berbeda dengan peran guru yang mendominasi (teacher-centred) pada pembelajaran tradisional. Dalam
pandangan pembelajaran konstruktivisme, guru memiliki peran dan tanggung jawab
untuk menciptakan lingkungan belajar yang mengedepankan kolaborasi dan
pemecahan masalah, di mana siswa terlibat dan berpartisipasi aktif di dalamnya.
Berdasarkan perspektif ini, peran guru lebih tepat jika disebut sebagai
fasilitator, buka hanya sebatas pengajar. Guru berperan memastikan pemahaman
konsepsi awal siswa, dan menstimulasi pada aktivitas penemuan pengetahuan baru
Dalam
perkembanganya, telah lahir berbagai jenis model/metode pembelajaran yang
berakar dari ideologi konstruktivisme. Beberapa di antaranya yaitu di antaranya STEAM
Tujuan pendidikan bagi mereka yang berideologi
constructivism pun tidak hanya sebagai
kegiatan proses transfer ilmu dari guru ke siswa. Lebih daripada itu, tujuan
inquirypendidikan pada model pendidikan konstruktivisme adalah bagaimana
menstimulasi siswa untuk mengkonstruk pengetahuan mereka sendiri, memahami
materi pembelajaran secara bermakna (meaningfull) dan selanjutnya mampu menerapkan konsep-konsep
yang diketahuinya dalam memecahkan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai contoh, model pembelajaran STEAM bertujuan untuk membangun kemampuan
siswa dalam memecahkan masalah dalam berbagai konteks
Untuk
teori pembelajaran yang diimplementasikan, para constructivist mengedepankan hermeunetika atau interaksi
Kelompok konstruktivis memandang bahwa
penilaian merupakan alat yang digunakan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran, baik dalam meningkatkan hasil belajar siswa maupun dalam
meningkatkan pemahaman guru terhadap siswanya
Penilaian mengacu pada proses pengumpulan
informasi tentang keterampilan, kemampuan, dan pengetahuan peserta didik.
Penilaian juga memuat kegiatan guru memberikan umpan balik terhadap kinerja
siswa dengan maksud untuk mendorong peningkatan kualitas pembelajaran. Alat, teknik, metode penilaian yang digunakan dalam
pembelajaran harus mampu melibatkan siswa dalam pembelajaran, seperti penerapan
metode observasi kelas dengan ceklis, tes unjuk kinerja, investigatory
project (projek penemuan)
Sistem pendidikan yang berlandaskan teori contructivism (baik cognitive maupun social
contructivism), mengimplementasikan model evaluasi dan penilaian yang sudah bersifat
inovatif. Menurut
Classroom-based assessment dilaksanakan secara
terpadu dengan kegiatan belajar mengajar sehingga disebut sebagai penilaian
berbasis kelas. Penilaian berbasis kelas dilaksanakan secara berkesinambungan
pada tiga domain: sikap, pengetahuan, dan keterampilan sehingga diharapkan
mampu memberikan gambaran/profil prestasi dan kemajuan belajar siswa (Rustaman, 2004). Selanjutnya,
penilaian autentik merupakan pengukuran yang bermakna secara signifikan atas
hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan dan pengetahuan. Sedangkan
penilaian berbasis portofolio merupakan penilaian atas kumpulan artefak yang
menunjukkan kemajuan dan diharga sebagai hasil kerja siswa (Kemendikbud, 2017). Dokumen-dokumen yang dikumpulkan dalam portofolio
bisa berasal dari hasil kerja individu atau dikerjakan secara berkelompok, yang
selanjutnya dievaluasi dan diberikan feedback oleh guru. Jenis-jenis penilaian yang dapat
dilakukan pada ketiga model penilaian tersebut di antaranya penilaian kinerja,
tes tertulis, penilaian sikap, penilaian proyek. Penjelasan dari ketiga model
penilaian ini akan dibahas secara lebih detail pada subbab 6 (praksis penilaian
inovatif).
Pada pembelajaran model STEAM, sebuah
pendekatan pembelajaran interdisiplin antara Science, Technology,
Engineering and Mathematics, jenis penilaian yang relevan digunakan yaitu penilaian
autentik, portofolio, penilaian kinerja
Pada pembelajaran
Brunner, bentuk penilaian yang relevan digunakan seperti obrservasi kelas, tes
kognitif, penilaian unjuk kerja. Sedangkan pada model pembelajaran scientific,
penilaian autentik menjadi teknik penilaian utama yang digunakan
Pada
pembelajaran kolaboratif, model
penilaian yang digunakan yaitu classroom based
observation oleh guru
6. PRAKSIS
PENILAIAN INOVATIF
a. Sintaks
Penilaian
Berdasarkan Permendikbudristek No. 21 Tahun 2022 tentang Standar
Penilaian Pendidikan (Kemendikbudristek, 2022), prosedur pelaksanan penilaian terdiri dari beberapa
tahapan, yaitu perumusan tujuan penilaian, pemilihan dan/atau pengembangan
instrumen penilaian, pelaksanaan proses penilaian, pengolahan hasil penilaian,
dan pelaporan hasil penilaian.
Persiapan utama dan pertama yang harus dilakukan guru sebelum
melaksanakan pembelajaran adalah membuat RPP (rencana pelaksanaan
pembelajaran). Ketika menyusun RPP, salah satu unsur yang harus ditetapkan
adalah tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan hasil belajar yang
diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik setelah melaksanakan proses
pembelajaran dalah satu kompetensi dasar tertentu. Hasil yang dimaksud tidak
hanya pada aspek pengetahuan (kognitif), tetapi juga keterampilan
(psikomotorik) dan sikap (afektif). Tujuan pembelajaran sangat erat kaitannya
dengan tujuan penilaian. Kegiatan penilaian bertujuan untuk mengetahui kemajuan
belajar dan perolehan hasil belajar siswa berdasarkan tujuan pembelajaran.
Dengan kata lain, penetapan tujuan penilaian harus selaras dengan tujuan
pembelajaran yang merujuk pada kurikulum yang termuat dalam perencanaan
pembelajaran.
Selanjutnya, penting bagi guru untuk memilih instrumen penilaian yang
tepat, mengingat bahwa ada banyak jenis isntrumen yang dapat digunakan untuk
melakukan kegiatan penilaian terhadap pencapaian dan hasil belajar siswa. Jenis
instrumen yang dipilih dan/atau dikembangkan harus sesuai dengan tujuan
penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya. Sebagai panduan, untuk menentukan
teknik dan instrumen penilaian yang tepat, guru dapat mempertimbangkan aspek
apa yang akan diukur serta indikator-indikator apa saja yang ada pada
kompetensi dasar yang termuat dalam perencanaan pembelajaran. Instrumen
penelitian juga harus mempertimbangankan karakteristik dan kebutuhan siswa.
Tahap ketiga yaitu melaksanakan proses penilaian dengan menggunakan instrumen
yang telah dikembangkan dan dengan teknik penilaian yang sesuai. Kegiatan yang
dilakukan yaitu mengumpulkan informasi untuk mengetahui kebutuhan belajar dan
capaian perkembangan atau hasil belajar peserta didik. Pelaksanaan proses
penilaian dapat dilaksanakan di awal, di tengah/pada saat pembelajaran, dan/
atau di akhir pembelajaran.
Setelah mengumpulkan informasi capaian perkembangan atau hasil belajar
peserta didik, selanjutnya dilakukan proses penafsiran atau interpretasi
terhadap informasi yang telah dikumpulkan tersebut. Hasil pengolahan tersebut
dapat menjadi informasi sejauh mana perkembangan hasil belajar siswa dalam
berbagai aspek (pengetahuan, keterampilan, dan sikap).
Kegiatan terakhir yaitu pelaporan dan pengkomunikasian hasil penilaian
tentang capaian belajar siswa, baik kepada siswa, orang tua dan pihak terkait
lainnya. Pelaporan hasil penilaian belajar siswa biasanya dilakukan di tiap
akhir semester dan dilaporkan dapat bentuk rapor. Namun, tidak hanya di akhir
semester, pelaporan hasil penilaian juga dapat dilakukan pada waktu-waktu
tertentu jika diperlukan. Laporan hasil belajar tersebut tertuan dalam bentuk
berbagai jenis laporan hasil penilaian seperti jurnal kemajuan belajar,
portofolio, dan lain sebagainya.
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya
bahwa penilaian hasil belajar memuat tiga aspek, yaitu pengetahuan,
keterampilan, dan sikap. Prosedur penilaian ketiga aspek tersebut dapat dijabarkan
secara rinci. Berdasarkan Permendikbud RI No. 23 Tahun 2016 tentang Standar
Penilaian Pendidikan
1)
Penilaian aspek sikap dilakukan dengan cara mengamati perilaku siswa
selama pembelajaran berlangsung, mencatat perilaku siswa dengan menggunakan
lembar observasi, menindaklanjuti hasil observasi, dan mendeskripsikan perilaku
peserta didik berdasarkan hasil observasi.
2)
Penilaian aspek pengetahuan dan keterampilan dilakukan melalui beberapa
tahapan, yaitu merumuskan rencana penilaian, mengembangkan instrumen penilaian,
melaksanakan penilaian, memanfaatkan hasil penilaian, dan melaporkan hasil
penilaian dalam bentuk data kuantitatif dengan skala 0-100 disertai dengan
deskripsi.
b. Penilaian
Berbasis Kelas
Penilaian
berbasis kelas merupakan kegiatan pengumpulan informasi terkait proses dan
hasil belajar siswa melalui berbagai cara/teknik/prosedur/alat penilaian dan
selanjutnya dilakukan pembuatan keputusan tentang hasil belajar siswa berdasarkan
informasi tersebut.
Penilaian
yang akan dilakukan harus mempertimbangkan aspek-aspek yang dinilai.
Aspek-aspek yang dijadikan objek penilaian oleh guru umumnya meliputi bakat,
minat, sikap, penyesuaian diri atau sosial, aspek-aspek pengetahuan, dan
perkembangan siswa. Beberapa bentuk pengumpulan informasi/fakta/data dalam classroom-based
assessment yaitu observasi untuk melakukan penilaian kinerja atau penilaian
unjuk kinerja, jurnal perkembangan sikap, penilaian keterampilan, penilaian
sikap, penilaian produk, penilaian proyek, penilaian diri, tes kognitif,
penilaian melalui kumpulan hasil karya siswa.
Pada
mata pelajaran matematika, portofolio memuat koleksi dokumen pembelajaran baik
dokumen tugas, proyek atau karya lainnya yang telah dihasilkan. Dokumen yang
termuat dalam portofolio seperti tugas rumah, tes, kuis, catatan kelas, jurnal
perkembangan sikap, autobiografi, latihan soal, proyek pembelajaran, review
buku, grafik/gambar, dan lain sebagainya. Pemilihan teknik penilaian classroom-based
assessment didasarkan pada hal ‘apa’ yang hendak dinilai dari siswa,
misalnya jika ingin mengukur kelayakan produk yang dihasilkan pada suatu proyek
maka teknik penilaian yang digunakan yaitu penilaian produk. Jika ingin melihat
kemampuan kognitif siswa, maka dilakukan penilaian kognitif menggunakan teknik
tes seperti tes tertulis berbagai bentuk (essay, pilihan ganda, isian singkat,
menjodohkan, dan sebagainya). Dengan demikian, pemilihan teknik penilaian
disesuaikan dengan informasi apa yang akan dikumpulkan dari siswa.
Variasi
bentuk penilaian kelas juga dipengaruhi oleh pemilihan model yang diterapkan.
Beberapa contoh bentuk classroom-based assessment berdasarkan model
pendidikan konstruktivisme yaitu sebagai berikut.
Pada
pembelajaran STEAM yang menerapkan pendekatan pembelajaran interdisiplin antara
Science, Technology, Engineering and Mathematics, teknik penilaian yang
relevan digunakan untuk mengukur kemampuan siswa di antaranya yaitu penilaian
kinerja dan portofolio
Pada
model Brunner, pengetahuan diperoleh melalui tiga tahapan perkembangan kognitif
siswa yaitu enaktif (berbasis tindakan dan benda konkrit), ikonik (berbasis
gambaran atau visualisasi), dan simbolik (penggunaan simbol abstrak). Untuk
itu, penilaian yang cocok digunakan meliputi teknik observasi, penilaian
keterampilan kerja, serta tes untuk menilai kemampuan kognitif siswa. Sedangkan
pada pembelajaran montessori, penilaian berbasis kelas yang dapat diterapkan
yaitu observasi untuk menilai keterampilan (penilaian unjuk kerja) yang
hasilnya dituangkan pada laporan harian kegiatan kreatif montessori
Pada
model pembelajaran collaborative, teknik penilaian yang relevan
digunakan seperti observasi kinerja siswa yang dilakukan oleh serta penilaian
sikap saat melakukan kolaborasi. Namun, dalam pembelajaran kolaboratif,
penilaian tidak hanya dilakukan oleh guru/pengajar saja, tetapi juga dapat
dilakukan oleh peserta didik, seperti setiap anggota kelompok menilai satu sama
lain atau mengevaluasi tingkat kontribusi yang diberikan oleh masing-masing
anggota kelompok. Kebalikan dari pembelajaran kolaborasi yaitu pembelajaran
individual yang menekankan pada kedalaman dan keluasan materi pelajaran yang
disusun berdasarkan kebutuhan tiap individu siswa. Bentuk penilaian yang dapat
dilakukan yaitu tes untuk mengukur kemampuan kognitif siswa, self-assessment,
atau penilaian berbasis portofolio
Selanjutnya
pada model pendidikan inklusif, penilaian hasil belajar dilakukan melalui
penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi anak, yang disebut sebagai adaptasi
penilaian, seperti penyesuaian waaktu, cara dan materi
c. Asesmen
dan Portofolio
Portofolio merupakan
kumpulan dokumen hasil karya/pekerjaan/tugas sebagai bukti pencapaian atau
hasil belajar siswa. Portofolio bertujuan untuk melihat perkembangan belajar
siswa, sebab portofolio merefleksikan pertumbuhan atau proses belajar melalui dokumen hasil karya siswa dari
awal sampai akhir pembelajaran dalam suatu periode tertentu
Portofolio tidak hanya
digunakan untuk menilai kemampuan siswa secara kognitif, tetapi penilaian
berbagai domain (sikap, keterampilan, pengetahuan) dapat termuat dalam
portofolio. Portofolio memiliki keluasan cakupan penilaian sehingga mampu
menyajikan informasi mengenaik kemampuan dan pemahaman siswa secara lebih
komprehensif. Selain itu, portofolio juga juga memberikan gambaran autentik
kepada guru tentang apa yang telah dipelajari siswa, kelemahan dan kekuatan
siswa dalam pembelajaran, serta informasi tentang kendala apa saja yang dialami
siswa dalam belajar serta jenis bantuan apa yang diharapkan siswa
Menurut
1) Mengumpulkan informasi/ bukti/ dokumen hasil belajar.
Siswa mengumpulkan bukti/dokumen hasil belajar yang telah dihasilkan dalam aktivitas pembelajaran sehari-sehari. Beberapa kategori informasi/ dokumen yang dapat dikumpulkan sebagai bahan portofolio yaitu essay, laporan proyek, hasil penilaian kinerja dalam bentuk laporan, ceklis atau jurnal perkembangan kinerja), rekaman, tugas dalam bentuk lembar kerja siswa, dan lain sebagainya. Dahulu, sebagian besar bukti belajar siswa yang dikumpulkan adalah berbasis kertas. Namun seiring perkembangan, bentuk portofolio pun juga mengalami perkembangan. E-portofolio / portofolio digital juga sudah cukup populer penerapannya.
2) Merefleksikan pembelajaran
Proses refleksi seharusnya diarahkan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran, pengembangan pribadi dan profesional, serta peningkatan praktik
pembelajaran
3) Mengevaluasi informasi/ bukti/ dokumen yang telah dikumpulkan.
Setelah siswa mengirimkan portofolio, guru sebagai penilai akan mengevaluasi kualitas bukti/ dokumen belajar tersebut. Denga menggunakan rubrik penilaian yang berisi deskriptor/ kriteria penilaian serta pedoman penskoran, maka guru dapat menilai perkembangan belajar dan hasil belajar siswa berdasarkan dokumen portofolio. Mengevaluasi portofolio dapat menggunakan rubrik penilaian. Rubrik berisi komponen-komponen apa yang perlu dimuat beserta kriteria dan skornya, sehingga rubrik menjadi acuan untuk memberikan skor terhadap portofolio siswa.
4) Mempertahankan bukti pembelajaran yang telah didokumentasikan.
Tahap ini bersifat opsional, biasanya digunakan oleh guru untuk mengklarifikasi isi dokumen belajar siswa jika diperlukan.
5) Menetapkan keputusan penilaian.
Tahap terakhir yaitu
menetapkan keputusan penilaian perkembangan belajar dan hasil belajar siswa berdasarkan
akulumasi informasi yang telah dikumpulkan selama proses penilaian portofolio.
Keputusan penilaian didasarkan pada kriteria atau standar penilaian yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Informasi atau bukti
belajar siswa yang didokumentasikan dalam portofolio sangat bergantung pada pemilihan
model pembelajaran yang diterapkan. Beberapa contoh bentuk penilaian portofolio
berdasarkan model pendidikan konstruktivisme yaitu sebagai berikut. Pada
pembelajaran STEAM, dokumen pekerjaan siswa yang dikumpulkan seperti hasil
tes kognitif, penilaian sikap, dan penilaian kinerja siswa. Selanjutnya pada
pembelajaran inquiry, portoflio memuat dokumen penilaian
kerja ilmiah siswa
Pada
model Brunner yang menekankan pada penerapan tiga tahapan perkembangan kognitif
siswa yaitu enaktif, ikonik, dan simbolik, dokumen pekerjaan siswa dalam
portoflio terdiri dari hasil tes kognitif, penilaian sikap, dan
kinerja siswa. Selanjutnya pada pembelajaran scientific, dokumen
pekerjaan siswa dalam portofolio dapat memuat hasil tes
kognitif, penilaian sikap, dan hasil kinerja ilmiah. Sedangkan pada
pembelajaran montessori, portofolio siswa dapat memuat Dokumen
pekerjaan siswa yang terdiri dari unjuk kerja, laporan
harian kegiatan kreatif montessori, karya atau produk kreatif yang dihasilkan
siswa, serta catatan feedback kegiatan kreatif montessori dari guru Selanjutnya
pada challenge-based learning, portofolio dapat berisi dokumen pekerjaan
siswa yang terdiri dari hasil tes kognitif dan keterampilan kerja.
Pada
model pembelajaran collaborative, portofolio dapat memuat dokumen yang
terdiri dari penilaian unjuk kerja, observasi kolaborasi,
penilaian sejawat, penilaian sikap
Dalam
konteks pembelajaran matematika, portofolio merupakan koleksi dari pekerjaan
atau karya-karya siswa yang paling berarti dari hasil pembelajaran matematika,
baik dari hasil pekerjaan terdahulu maupun yang terbaru, sehingga mampu
menggambarkan kemajuan belajar siswa. Melalui penilaian berbasis porotofolio,
guru dapat memperoleh informasi tidak hanya hasil belajar akhir, tetapi
gambaran tentang cara berpikir matematis siswa, pemahaman konsep, gagasan,
kreativitas, serta sikap terhadap mata pelajaran matematika
Berikut contoh portofolio siswa dengan kemampuan kognitif rendah,
sedang dan tinggi pada pembelajaran matematika. Contoh dokumen portofolio
berikut dikutip dari Laporan “Work Sample Portfolio Summary in Mathematics”
Mata pelajaran
: Matematika
Kelas : 1 SD
Indikator pencapaian : Melanjutkan pola yang memuat unsur bilangan
dan objek sederhana.
Tugas : Siswa diminta
untuk melanjutkan pola bilangan menggunakan objek sederhana
Berikut adalah tiga contoh hasil pekerjaan siswa yang selanjutnya
dimasukkan dalam kumpulan dokumen portofolio. Selain jawaban atau hasil
pekerjaan siswa, di dalamnya juga terdapat anotasi berupa komentar atau
informasi balikan (feedback) guru terhadap pekerjaan siswa.
Gambar 1 menunjukkan hasil pekerjaan siswa dengan kognitif sedang.
Dalam penyelesaiannya, siswa melanjutkan pola dengan menambah 2 objek. Pada
gambar 2, siswa dengan kognitif rendah melanjutkan pola bilangan secara
sederhana dengan hanya menambah 1 objek. Sedangkan pada gambar 3, jawaban siswa
dengan kognitif tinggi menunjukkan lompatan (beda) 3 untuk menghasilkan pola
bilangan. Pada bagian anotasi guru, terlihat bahwa guru memberikan setidaknya
empat catatan tentang pekerjaan siswa, seperti penulisan angka pada setiap pola
dan penggunaan visual yang teratur dan berbeda di tiap polanya. Dengan
demikian, berdasarkan dokumen hasil pekerjaan pada portofolio tersebut, guru
dapat memperoleh informasi tentang kemampuan berpikir dan pemecahan masalah
siswa pada materi pola bilangan.
Gambar 1.
Jawaban siswa dengan kognitif sedang (portofolio)
Gambar
2.
Jawaban siswa dengan kognitif rendah (portofolio)
Gambar
3.
Jawaban siswa dengan kognitif tinggi
1. 7. Refleksi Perkuliahan Filsafat Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Perkuliahan Filsafat Penelitian dan Evaluasi
Pendidikan (PEP) pada kelas S3 Prodi PEP Kelas B diampu oleh Prof. Dr.
Marsigit, MA. Hal berkesan pertama adalah beliau satu-satunya dosen yang
mengubah subjek nama grup WA MK Filsafat kelas kami menjadi ‘Senin..’ sesuai
jadwal kuliah kami. Hal sederhana, namun unik menurut saya. Tanggal 5 September
2022 kami melaksanakan kuliah perdana secara hybrid. Kami melaksanakan kuliah
tatap muka dengan Prof. Marsigit di Gedung Imam Bernadib Lt.1, namun tetap
memfasilitasi ruan virtual bagi teman-teman yang sedang berada di luar kota
bahkan luar negeri. Perkuliahan dimulai dengan perkenalan diri dan dilanjutkan
dengan penjelasan beliau tentang overview MK Filsafat. Secara umum, ada
7 cakupan materi yang akan dipelajari selama 1 semester yaitu filsafat umu,
filsafat PEP, ideologi PEP, paradigma dan teori PEP, psikologi, model dan
strategi PEP, praksis PEP, dan outcome karya ilmiah PEP.
Metode perkuliahan yang dilakukan oleh Prof.
Marsigit yaitu presentasi/eskposisi dosen, studi literatur, pemberian tugas,
pemberian kuis jawab cepat, dan tugas akhir berbasis project/outcome. Prof.
Marsigit juga menerapkan metode penilaian yang inovatif yaitu penerapan assessment
for learning, di mana penilaian tidak hanya dilakukan di akhir perkuliahan
dalam bentuk tes ujian akhir semester, namun penilaian juga dilaksanakan selama
pembelajaran berlangsung (formatif). Beberapa penilaian yang dilakukan seperti
pemberian tugas review video, review buku I.Kant, review
jurnal, pemberian pre-test dan post-test dalam bentuk kuis jawab
cepat, serta outcome-based final test berupa makalah. Selanjutnya,
sebagian besar tugas dan hasil pekerjaan kami diberikan feedback oleh
beliau. Informasi balikan (feedback) tentunya sangat bermanfaat bagi
perbaikan dan peningkatkan kualitas proses pembelajaran kami, sebab melalui feedback
kami dapat mengetahui segala kekurangan dari pekerjaan kami dan menjadi bahan
perbaikan ke depannya. Penilaian dilakukan secara transparan dan
didokumentasikan dalam WA grup, misalnya hasil setiap kuis selalu
didokumentasikan pada WA grup, feedback makalah tugas akhir masing-masing
dari kami juga dituliskan secara sangat detail melalui WA. Metode-metode
penilaian tersebut sangat inspiratif menurut saya, sebab cukup sederhana namun
sangat efektif untuk diterapkan di kelas. Hal luar biasa yang juga dilakukan oleh Prof.
Marsigit adalah beliau senantiasa mengirimkan kami berbagai macam literatur
atau bahan rujuan untuk menyelesaikan setiap tugas. Puncaknya, ketika kami
mengerjakan makalah tugas akhir, beliau mengirimkan puluhan referensi asing
untuk membantu kami menyelesaikan tugas.
Banyak hal unik dan berkesan yang saya rasakan selama
mengikuti perkuliahan dengan Prof. Marsigit. Dimulai dari beliau yang
senantiasa cukup ketak dalam menerapkan protokol kesehatan, beliau yang suka
‘berguyon’ di kelas, sampai pada pertemuan kedua, tepatnya tanggal 12 September
2022 kami diminta untuk menyiapkan kertas kosong dan pulpen. Beliau ternyata
memberikan kuis jawab cepat ‘dadakan’ tentang istilah-istilah filsafat sebanyak
50 nomor. Dari 15 mahasiswa yang mengikuti kuis, hanya 2 orang yang menjawab
benar 5 soal. Selebihnya kurang dari 5, bahkan beberapa mahasiswa yang tidak
berhasil menjawab benar 1 nomor pun. Kami sekelas tertawa sekaligus ‘shock’.
Kami berpikir bahwa ‘sebegitu susahnyakah MK Filsafat ini’ atau bahkan
‘sebegitu bodohnyakah kami dalam MK ini’.
Meskipun saya (dan mungkin juga teman-teman
yang lain) tidak terlalu bagus performance-nya dalam MK ini -karena di
setiap kuis hanya mampu menjawab benar maksimal 5 nomor dan banyak kekurangan
dalam tugas lainnya (termasuk tugas akhir penulisan makalah ini)- namun saya
merasa sangat bersyukur telah dipertemukan dengan Prof. Marsigit dalam ruang
dan waktu yang bernama kelas Filsafat. Dari beliau, saya sadar bahwa berfilsafat
itu justru dapat meningkatkan tauhid kepada Yang Maha Esa. Dari beliau, saya
menjadi akrab dengan banyak istilah-istilah filsafat yang dahulunya asing di
telinga saya. Dari beliau, saya belajar bahwa untuk menjadi pendidik itu harus
‘out of the box’, menjadi modern dan inovatif. Dan dari tugas akhir
beliau, saya memperoleh banyak sekali ilmu baru tentang bagaimana menulis yang
baik. Semoga ilmu dari beliau dapat menjadi bekal bagi saya dan teman-teman
untuk menjadi dosen yang lebih baik lagi ketika kembali ke kampus kami di
daerah masing-masing. Aamiin…
File lengkap makalah dapat didownload pada tautan berikut
https://drive.google.com/file/d/1XZPl_I3QGXBreAv2iuYqFN4q41nGmq_V/view?usp=share_link
REFERENSI
Acara, Australian
National Curriculum. (2014). Student Work Sample Portfolio Summary.
Adesanya, L.
A. (2009). Education and learner autonomy. In K. U. M. O. Ivowi, C. Nwufo, J.
Nwagbara, I. E. Ukwungwu, & G. U. Emah (Eds.), Curriculum Theory and
Practice (pp. 123–130). Curriculum Organization of Nigera.
Aditomo, A.,
Goodyear, P., Bliuc, A.-M., & Ellis, R. A. (2013). Inquiry-based learning
in higher education: principal forms, educational objectives, and disciplinary
variations. Studies in Higher Education, 38(9), 1239–1258.
Ahuja, A.
(2017). Study of scientific attitude in relation to science achievement scores
among secondary school students. Educational Quest-An International Journal
of Education and Applied Social Sciences, 8(1), 9–16.
Airasian, P.
W. (2000). Assessment in the classroom: A concise approach. ERIC.
Akpan, V.
I., Igwe, U. A., Mpamah, I. B. I., & Okoro, C. O. (2020). Social
constructivism: implications on teaching and learning. British Journal of
Education, 8(8), 49–56.
Anis, M. Z.
A., Putro, H. P. N., Susanto, H., & Hastuti, K. P. (2020). Historical
Thinking Model in Achieving Cognitive Dimension of Indonesian History Learning.
PalArch’s Journal of Archaeology of Egypt/Egyptology, 17(7),
7894–7906.
Arifin, Z.
(2010). Strategi Pengembangan Penilaian Berbasis Kelas (Classroom-Based
Assessment).
Bada, S. O.,
& Olusegun, S. (2015). Constructivism learning theory: A paradigm for
teaching and learning. Journal of Research & Method in Education, 5(6),
66–70.
Barber.
(1995). A Variety of Assessment Strategies for Science Learning.
Barnes, H.
(2005). The theory of Realistic Mathematics Education as a theoretical
framework for teaching low attainers in mathematics. Pythagoras, 0(61).
https://doi.org/10.4102/pythagoras.v0i61.120
Bernacki, M.
L., Greene, M. J., & Lobczowski, N. G. (2021). A Systematic Review of
Research on Personalized Learning: Personalized by Whom, to What, How, and for
What Purpose(s)? Educational Psychology Review, 33(4), 1675–1715.
https://doi.org/10.1007/s10648-021-09615-8
Bertrand, M.
G., & Namukasa, I. K. (2020). STEAM education: student learning and
transferable skills. Journal of Research in Innovative Teaching &
Learning.
Birgin, O.,
& Adnan, B. (2007). The use of portfolio to assess student’s performance. Journal
of Turkish Science Education, 4(2), 75–90.
Buhagiar, M.
A. (2007). Classroom assessment within the alternative assessment paradigm:
revisiting the territory. The Curriculum Journal, 18(1), 39–56.
https://doi.org/10.1080/09585170701292174
Burke, K.
(2009). How to assess authentic learning. Corwin Press.
Callaghan,
V. (2014). Assessment Practices in the Montessori Setting.
Causton, J.,
& Tracy-Bronson, C. P. (2015). The educator’s handbook for inclusive
school practices. Paul H. Brookes Publishing Company.
CBSE, C. B.
of S. E. (2020). Handbook of Inclusive Education. Https://Cbseacademic.Nic.in/Web_material/Manuals/Handbook-Inclusive-Education.Pdf.
Central
Board, S. E. (n.d.). Handbook of Joyful Learning. Central Board of
Secondary Education,.
Chang,
C.-C., & Tseng, K.-H. (2011). Using a web-based portfolio assessment system
to elevate project-based learning performances. Interactive Learning
Environments, 19(3), 211–230.
Copple, C.,
& Bredekamp, S. (2009). Developmentally appropriate practice in early
childhood programs serving children from birth through age 8. ERIC.
Davis, M.
H., & Ponnamperuma, G. G. (2005). Portfolio Assessment. Journal of
Veterinary Medical Education, 32(3), 279–284.
https://doi.org/10.3138/jvme.32.3.279
Dikli, S.
(2003). Assessment at a distance: Traditional vs. alternative assessments. Turkish
Online Journal of Educational Technology-TOJET, 2(3), 13–19.
Erkilic, T.
A. (2021). A Study on the Effects of Ideologies on Education and Management in
the Context of Basic Concepts of Political Philosophy. Osmangazi Journal of
Educational Research, 8(1), 259–285.
Ernest, P.
(1995). The Philosophy of Mathematics Education. The Falmer Press.
Ernst, D.
C., Hodge, A., & Yoshinobu, S. (2017). What is inquiry-based learning. Notices
of the AMS, 64(6), 570–574.
Faryadi, Q.
(2007). The Montessori Paradigm of Learning: So What?. Online Submission.
Festiyed.
(2013). Perubahan paradigma proses pembelajaran dalam memberikan layanan
profesional berbasis karakter. Prosiding Seminar Nasional MIP Dan FMIPA IAIN
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 1–27.
Frank*, M.,
& Barzilai, A. (2004). Integrating alternative assessment in a
project-based learning course for pre-service science and technology teachers. Assessment
& Evaluation in Higher Education, 29(1), 41–61.
Gess, A. H.
(2017). Steam educaton: Separating fact from fiction. Technology and
Engineering Teacher, 77(3), 39–41.
Goodman, B.,
& Stivers, J. (2010). Project-Based Learning.
Gronlund, N.
E. (1998). Assessment of student achievement. ERIC.
Herrera, S.
G., Murry, K. G., & Cabral, R. M. (2007). Assessment accommodations for
classroom teachers of culturally and linguistically diverse students.
Pearson Education Inc.
Hughes, K.,
& Gullo, D. (2010). Joyful learning and assessment in kindergarten. YC
Young Children, 65(3), 57.
Hunter, D.
(2006). Assessing collaborative learning. British Journal of Music Education,
23(1), 75–89. https://doi.org/10.1017/S0265051705006753
Iofciu, F.,
Miron, C., & Antohe, S. (2012). Constructivist approach of evaluation
strategies in science education. Procedia - Social and Behavioral Sciences,
31, 292–296. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2011.12.057
Jena, S. S.,
& Behera, D. (n.d.). Constructivist Approach: An Outlook towards
Assessment of Students’ Learning.
Kellaghan,
T. (2010). Evaluation Research. In International Encyclopedia of Education
(pp. 150–155). Elsevier. https://doi.org/10.1016/B978-0-08-044894-7.01326-9
Kemendikbud.
(2017). Konsep Penilaian Autentik pada Proses dan Hasil Belajar.
Kemendikbud.
(2022). Standar Penilaian Pendidikan pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang
Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah No. 21 Tahun 2022.
Kirthika.
(2022). Constructive Approach in Assessment/ ChangingAssessment Practice.
Kumar, A.,
& Teotia, A. K. (2017). Constructivism: a learner centered approach that
improves students’ academic performance and achievement in social science at
upper primary level. International Journal of Management and Applied Science,
3(8), 56–60.
Lesbian, G.,
& Wage, W. (2010). Joyful Learning and Assessment in Kindergarten. Young
Children.
Marsigit.
(2014a). Narasi Besar Ideologi dan Politik Pendidikan Dunia.
Marsigit.
(2014b). Refleksi Pendidikan Kontemporer Indonesia: Sebuah Tinjauan
Filsafat, Politik dan Ideologi Pendidikan.
Marsigit.
(2015a). Pendekatan saintifik dan Penerapannya dalam Kurikulum 2013.
Marsigit.
(2015b). Teaching Material on the Philosophical and Theoretical Ground of
Mathematical Education.
Marsigit.
(2016). Lesson Study Among the Move of Educational Reformation in Indonesia. The
3rd ICRIEMS (International Conference of Research Implementation, and Education
of Mathematics and Science.
Marsigit, M.
(2009). Philosophy of Mathematics Education.
Marsigit,
Suripah, Istikomah, D. A., Utami, N. W., & Kurniasih, N. (2018). Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Matematika. Media Akademi.
Mcleod, S.
(2008). Bruner-learning theory in education.
Muho, A.,
& Leka, K. (2021). Students’ Perceptions of Portfolio as a Motivating
Factor in Learning English as a Foreign Language. Journal of Educational and
Social Research, 11(6), 47.
Nurhaifa,
I., Hamdu, G., & Suryana, Y. (2020). Rubrik penilaian kinerja pada
pembelajaran STEM berbasis keterampilan 4C. Indonesian Journal of Primary
Education, 4(1), 101–110.
Nurhayati,
Ambiyar, & Aziz, I. (2021a). The Historical Of Evaluation Program And
Philosophy Assessment. International Journal Of Humanities Education And
Social Sciences (IJHESS), 1(3), 135–143.
Nurhayati,
Ambiyar, & Aziz, I. (2021b). The Historical Of Evaluation Program And
Philosophy Assessment. International Journal Of Humanities Education And
Social Sciences (IJHESS), 1(3), 135–143.
Offorma, G.
C. (2016). Integrating Components of Culture in Curriculum Planning. International
Journal of Curriculum and Instruction, 8(1), 1–8.
Oliver, K.
M. (2000). Methods for developing constructivist learning on the web. Educational
Technology, 40(6), 5–18.
Olorode, J.
J., & Jimoh, A. G. (2016). Effectiveness of guided discovery learning
strategy and gender sensitivity on students’ academic achievement in financial
accounting in Colleges of Education. International Journal of Academic
Research in Education and Review, 4(6), 182–189.
Ornstein, A.
C., & Levine, D. U. (1985). An introduction to The Foundations of
Education. Houghton Mifflin.
Ozola, S.
(2012). Student-Centred Learning: A Dream or Reality. Bulgarian Comparative
Education Society.
Pee, B.,
Woodman, T., Fry, H., & Davenport, E. S. (2002). Appraising and assessing
reflection in students’ writing on a structured worksheet. Medical Education,
36(6), 575–585.
Permendikbud.
(2016). Standar Penilaian Pendidikan No. 23 Tahun 2016.
Phillips, D.
C. (1995). The good, the bad, and the ugly: The many faces of constructivism. Educational
Researcher, 24(7), 5–12.
Reeves, T.
C. (2000). Alternative assessment approaches for online learning environments
in higher education. Journal of Educational Computing Research, 23(1),
101–111.
Reinmann, G.
(2019). Assessment and Inquiry-Based Learning. In Inquiry-Based
Learning–Undergraduate Research (pp. 91–105). Springer, Cham.
Ross, C.
(1970). An educational philosophical inventory: An instrument for measuring
change and determining philosophical perspective. The Journal of Educational
Thought (JET)/Revue de La Pensée Educative, 20–26.
Rustaman, N.
Y. (2004). Penilaian berbasis kelas. Makalah. Disajikan Dalam
Seminar/Lokakarya Di FPMIPA IKIP Negeri Singaraja. Program Pascasarjana &
FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Singaraja, 4.
Saeed, M.,
Tahir, H., & Latif, I. (2018). Teachers’ Perceptions about the Use of
Classroom Assessment Techniques in Elementary and Secondary Schools. Bulletin
of Education and Research, 40(1), 115–130.
Sahin, M.
(2018). Essentialism in Philosophy, Psychology, Education, Social and
Scientific Scopes. Online Submission, 22(2), 193–204.
Santoso, B.
(2007). Penilaian Portofolio Dalam Matematika. Jurnal Pendidikan Matematika,
1(2), 31–38.
SEAQIL.
(2020). HOTS - Oriented Modul: Project-Based Learning. SEAMEO QITEP in
Language.
Sewagegn, A.
A. (2020). Learning objective and assessment linkage: its contribution to
meaningful student learning. Univers J Edu Res, 8(11), 5044–5052.
Shemilt, D.
(2018). Assessment of learning in history education: Past, present, and
possible futures. The Wiley International Handbook of History Teaching and
Learning, 449–471.
Shemshack,
A., & Spector, J. M. (2020). A systematic literature review of personalized
learning terms. Smart Learning Environments, 7(1), 1–20.
Simonson,
M., Zvacek, S. M., & Smaldino, S. (2019). Teaching and learning at a
distance: Foundations of distance education 7th edition.
Strijbos,
J.-W. (2016). Assessment of collaborative learning. Handbook of Human and
Social Conditions in Assessment, 302–318.
Suparlan, S.
(2019). Teori konstruktivisme dalam pembelajaran. Islamika, 1(2),
79–88.
Suskie, L.
(2018). Assessing student learning: A common sense guide. John Wiley
& Sons.
Takaya, K.
(2008). Jerome Bruner’s Theory of Education: From Early Bruner to Later Bruner.
Interchange, 39(1), 1–19.
https://doi.org/10.1007/s10780-008-9039-2
Tan, C. (2006).
Philosophical perspectives on education. In C. Tan, B. Wong, J. S. M. Chua,
& T. Kang (Eds.), Critical Perspectives on Education: An Introduction.
Trauth-Nare,
A., & Buck, G. (2011). Assessment for learning: Using formative
assessment in problem-and project-based learning.
Usa, O.
(2015). Shifting Paradigm in our Educational Assessment. Global Advanced
Research Journal of Educational Research and Review (, 4(1),
001–005.
van den
Heuvel-Panhuizen, M., & Drijvers, P. (2020). Realistic mathematics
education. Encyclopedia of Mathematics Education, 713–717.
Varney, J.
(2009). From hermeneutics to the translation classroom: A social constructivist
approach to effective learning. Translation & Interpreting, The, 1(1),
29–45.
Widiana, I.
W. (2022). Performance and Project Assessment in Science Learning. Jurnal
Pendidikan Dan Pengajaran, 55(2).
Wiener, H.
S. (1986). Collaborative learning in the classroom: A guide to evaluation. College
English, 48(1), 52–61.
Wilcox, B.
L., & Tomei, L. A. (1999). Professional portfolios for teachers: A guide
for learners, experts, and scholars. Christopher-Gordon.
Worthen, B.
R., & Sanders, J. R. (1987). Educational Evaluation. Longman.
Yuwono, I.
(2018). Penilaian Hasil Belajar bagi Anak Berkebutuhan Khusus dalam Praktik
Pendidikan Inklusif. FKIP Universitas Lambung Mangkurat.
Zahro, I. F.
(2015). Penilaian dalam pembelajaran anak usia dini. Tunas Siliwangi: Jurnal
Program Studi Pendidikan Guru PAUD STKIP Siliwangi Bandung, 1(1),
92–111.
Zhang, L., Basham, J. D., & Yang, S. (2020). Understanding the implementation of personalized learning: A research synthesis. Educational Research Review, 31, 100339. https://doi.org/10.1016/j.edurev.2020.100339.